Seni rupa sandiwara boneka berkayu atau lebih lazim jenengan – namanya
Wayang Golek, tindak-tanduknya memang kelihatan seperti lagi ngagulitik
atau menggolek, asal muasalnya di dataran tinggi Priangan Jawa Barat
yang kerajaan buddha Pajajaran masih misésa atau menguasai pada abad XV
M., tatkala itu, Sunan Giri, salah satu dari sembilan Wali Songo yang
mendatangi pulau Jawa dari perbagai negeri ufuk timur seperti Persia,
Turki, Mesir dan Cina untuk beruluk salam sambil mencanangkan kawibawan
firman Allah, dipercaya memperkenalkan seni ini kepada penduduk
setempat.
Itu lambat-laun terjungkar-jangkir sepanjang daerah Priangan, bergabung sama adat istiadat pra-Islam dan budaya khayalak ramai. Pada hakekatnya, ini dilantarankan aspeknya yang sudah merecup dalam benak masyarakat awam, tasmat menggalang faham-faham hikmah filsafat, akhlak atau malahan bermuatan kasad propaganda. Bahwasanya, setiap babak pementasan adalah bidang permata atau ibarat tematis filsafat tertentu, dengan menyirat makna tersendiri bagi penilik yang berlatar belakang undak-usuk atau tingkat pendidikan berbeda-beda. Berisikan serancaman cerita murni adapun pertikaian kebajikan melawan kedurjanaan dan segala nista kepasikan yang akhirnya cuang-caing. Tidak pelak lagi, bukannya menyerupai selangkas buah papaya bahwa Seni Wayang Golek telah menghaturkan sumbangsih yang cukup berarti dalam hal mencagarkan kesinabungan warisan khazanah budaya tamaddun sunda zaman pra-islam.
Itu lambat-laun terjungkar-jangkir sepanjang daerah Priangan, bergabung sama adat istiadat pra-Islam dan budaya khayalak ramai. Pada hakekatnya, ini dilantarankan aspeknya yang sudah merecup dalam benak masyarakat awam, tasmat menggalang faham-faham hikmah filsafat, akhlak atau malahan bermuatan kasad propaganda. Bahwasanya, setiap babak pementasan adalah bidang permata atau ibarat tematis filsafat tertentu, dengan menyirat makna tersendiri bagi penilik yang berlatar belakang undak-usuk atau tingkat pendidikan berbeda-beda. Berisikan serancaman cerita murni adapun pertikaian kebajikan melawan kedurjanaan dan segala nista kepasikan yang akhirnya cuang-caing. Tidak pelak lagi, bukannya menyerupai selangkas buah papaya bahwa Seni Wayang Golek telah menghaturkan sumbangsih yang cukup berarti dalam hal mencagarkan kesinabungan warisan khazanah budaya tamaddun sunda zaman pra-islam.
Simbolisme para Tokoh
Haraplah maklum tentang adanya syarat mutalak bahwa seberinda
pertunjukan Wayang Golek berdasarkan bentuk dan kode-kode warna yang
bertujuan menggambarkan ciri masing-masing tokoh dan fihak dikotomis.
Terdapat dua fihak yang saling melawan, yakni tokoh baik yang
berperangai halus dan rendah hati dan yang dursila tabiatnya kasar dan
suwaban (angkuh). Sementangpun para persona tidak bersifat manikeis dan
tokoh halus pun mempunyai belang, sedangkan tokoh kasar memiliki sifat
yang konon tidak perlu selalu kita dayus.
Skema warna
Merah: keberingasan, sifat toma (angkara murka), ketidaksabaran, rasa wera (amarah)/
Hitam dan biru : ketentraman, kebangkitan rohani, kedewasaan/
Putih: kemurnian, budi luhur dan tatakrama/
Mas dan kuning : para narapati dan kaum ningrat.
Warna Pandé (rupa raut muka)
Putih untuk seorang pangeran muda/Hitam untuk ketulusan hati atau
kesucian/Hijau untuk kemunafikan/Biru adalah ta’yin sikap yang tidak
mandraguna – gagah.
Sosok tubuh
Halus : Kepala menganggut sebagai pertanda kerendahan hati dan watak
yang tidak usung ésang – suka membantu melakukan kejahatan, wajah halus,
hidung mancung, mata berbentuk buah badam, kulit konéng pisitan –
kuning langsat dan berperawakan tinggi langsing. Gentra (suara) merdunya
leuleuy (lemah lembut)yang begitu rendah nadanya bahkan terkadang tidak
kedengaran.
Kasar : Sifatnya angguklung – besar kepala, mereka lebih pendek,
sosok tubuhnya bagai yaksa – raksasa; secara caluntang – tidak tahu
adat, kepala menengadah dan matanya yang sangat belotot tampak
membusung. Hidung besarnya pesek, sosok tubuhnya rapat dan kasar, warna
kulitnya gelap.
Mata atau soca yang membundar melambangkan keperkasaan tokoh halus dan kebengisan tokoh kasar.
Para Tokoh Mahabarata
Pandava seikhwan : Kekuatan bajik. Putra-putra Devi Kunti ini
melambangkan kebangsawanan, kehalusan dan pengetahuan. Yudistira : ini
putra sulung berperangai lemah gemulai yang mewakili keadilan dan
kebiasaan introspektif (digambarkan dengan pengandaman rambut padat dan
kompak), persona ini berbudi luhur namun kebesaran hatinya kadangkala
suka berlebih-lebihan.
Bima : Adalah benyamin kulasentana Pandava, bertubuh kekar dan
berwatak culika – jahil, seorang ksatria tulen par exellence yang
membuat lawan geletaran ketika mendengar suaranya. Putra bungsu ini
menjelmakan nyali besar dan tahu bagaimana menghormati dan menjulang
etika baik. Dirinya mengantapi dua pekarang sakti : ibu jari berangkap
yang mirip cakar – Kuku Pancanaka dan palu besar – Gada Rujak Pala.
Arjuna : Rundayan (trah) dewa Indra, beradab dan halus, meskipun
bersopan-santun, cacatnya adalah kebiasaan bernapsi-napsi ngarungrum –
merayu perempuan
Persaudaraan kembar Nakula dan Sadeva : mengenyam sasana maknawi dari
wiku atau pendeta Durna yang ngawisik atau mengajar ilmu kebatinan
kepadanya. Rambut cepak mereka wujudnya menyerupai ekor kalajengking
(keriting).
Para Kurava : Kekuatan pasik ini juga merupakan perlambang pembinasaan dan terdiri atas 99 putra dan 1 putri.
Duryudana : Pemimpin nasab Kurava, korban dari diberinya nasehat oleh pamannya Sangkuni.
Kama : Kerabat Pandava dibesarkan para Kurava ini yang mencoba berkhidmat kepada kedua belah pihak dan achirul kalam, tammat riwayat saat Arjuna memupuskannya.
Kama : Kerabat Pandava dibesarkan para Kurava ini yang mencoba berkhidmat kepada kedua belah pihak dan achirul kalam, tammat riwayat saat Arjuna memupuskannya.
Narasoma : Salah satu pengagum resiwara Durna. Kulawangsa Barata
menafikannya. Kecantikan geureuha – istrinya menyebabkan Narasoma
berlinyak dengan Arjuna yang walhasil raib tatkala aduan itu. Apes,
Narasoma bakal merelakan jiwanya atas wejangan sang guru Durna yang
telah
mengkhianatinya. Narasoma melambangkan kesetiaan.
mengkhianatinya. Narasoma melambangkan kesetiaan.
Gatot Kaca : Salah satu putra Bima, wataknya yang manggulang-mangguling atau gagah, menyamai
kurnia gaib yang menjelaskan kenapa dirinya bisa menerbangi langit dan mendengar dari jarak jauh.
kurnia gaib yang menjelaskan kenapa dirinya bisa menerbangi langit dan mendengar dari jarak jauh.
Para Tokoh Ramayana
Rama : Salah satu putra raja Ayodya yang mengayomi rakyat jelata dan
punya keahlian menangani panah kelodan danmerancangkan siasat militer.
Sita, mempelainya, akan diciduk Ravana.
Wibisana : Adik raja Ravana yang meruntak penculikan Sita akan
memutuskan untuk memihak kepada Rama. Walaupundirinya merupakan tokoh
macakal – berdikari yang senantiasa membela keadilan, Wibisana bahkan
merupakan perlambang kecederaan.
Sita (atau Devi Sita) : istri Rama, kecantikannya adalah karunia indraloka, tepatnya untuk alasan
itu Rama curak-curak (bersuka ria) menculiknya; Sita berupa perlambang nirmala kesetiaan suci
yang tulus ikhla dan murni.
itu Rama curak-curak (bersuka ria) menculiknya; Sita berupa perlambang nirmala kesetiaan suci
yang tulus ikhla dan murni.
Indrajit : Putra Ravana
Ravana (dikenal pula sebagai Dasamuka, Dasakhanta) : Raja khalaik
raksasa yang mengediami pulau Lanka (Sri Lanka); gangas (lalim) dan
lancang, Ravana menciduk Sita, istri Rama.
Delem beserta Sangut : Abdi-abdi Ravana yang pengecut.Tualen atau
Malen : Saudara laki-laki Merdah yang mengejawantahkan kearifan
syurgawi, mereka tidak gegetun (menyesal) mengabdi kepada Rama.
Raksasa dan Buta : Danawa-danawa upadata kedurjanaan yang raray atau
berwajah merah, mata besarnya menonjol dan hidung besarnya tampak
membengkak.
Hanuman : Senapati balatentara kerah putih dan agen rahasia yang akan
diutus ke Alengka di pulau Lanka agar mencari Sita – Perlambang
ketabahan dan kasuyudan – kesetiaan
Prahasta : Wazir Ravana Marica : Saudara perempuan atau gundal Ravana
Pangkal Cerita……
Tidaklah sepadi halmana bahwa wiracarita Mahabarata dan Ramayana yang
cikal bakalnya di India merupakan subyek pokok ganda yang dapat
dijumpai pada semua ujud seni wayang; kedua hasil karya terdiri dari 180
lebih Pakem (buku).
Mahabarata
Adapun Mahabarata, susunannya berlampiran 100.000 bait dan 18 jilid…yaitu epos wangsa Baratamendongengkan pergolakan kuasa yang terjadi dalam kurun zaman sekitar abad 13 atau 14 SM. di wilayah paksina India, di satu fihak, antawis réréhan atau antara keluarga Kurava dan sepupunya ikhwan Pandava yang mengeréh – memerintah kerajaan Ngasmana. Para Pandava mewakili cahaya (kebajikan) dan para Kurava adalah mahaduta kekelaman (kepasikan).
Adapun Mahabarata, susunannya berlampiran 100.000 bait dan 18 jilid…yaitu epos wangsa Baratamendongengkan pergolakan kuasa yang terjadi dalam kurun zaman sekitar abad 13 atau 14 SM. di wilayah paksina India, di satu fihak, antawis réréhan atau antara keluarga Kurava dan sepupunya ikhwan Pandava yang mengeréh – memerintah kerajaan Ngasmana. Para Pandava mewakili cahaya (kebajikan) dan para Kurava adalah mahaduta kekelaman (kepasikan).
Tersebab oleh banyaknya ikhtilaf episode yang memberi garis lingkaran
alkissah, maka amat ruwat seluk beluk hikayat. Para Kurava yang
dilahirkan ke buana melalui perantaraan dewata bernama Durga, berupaya
melunyah kelima ikhwan Pandava sambil bertualang menyerempak kerajaan
Astina peranti memaksakan kulawanda dinatanya ngarengkuh atau meniarap
sebagai pertanda sewaka kepada para penakluk.
Awal bermula, para Kurava yang mencoba menanguskan para Pandava,
lingsem karena difadihatkan mengunggulinya tatkala aduan hasar dadu.
Pihak yang kalah akhirnya minggat ke Virata, persemayaman embahnya,
untuk bersuaka. Dari situlah mereka berprakarsa merebut kembali kerajaan
yang telah lindang tandas; walaupun eceknya onyak-anyik mengasung
apa-apa, syahdan , mereka keteter terhadap perkembangan situasi yang
berubah sedemikian langkas, meruyaknya perang dahsyat yang berupa suatu
pertumpahan darah sakaratu imaut ini disebut Barata Yuda.
Suyudana dibasmi oleh Bima sesepuh para Kurava, selepas
peristiwa-peristiwa tidak tepermanai, Yudistira pun menghunus cenangkas
dan menyalang raja Salya.
Muak terhadap segala nirca atau aib keberingasan, Yudistira bersiap
menyangkal disirihkannya singgasana kiani kepada dirinya namun
diperingatkan akan darma baktinya oleh pangeran Kresna.
Beberapa tahun lewat, lantas berpulang ke belantara, para Pandava
untuk satu per satu mendapat tanah tersirah, Yudistira akhirnya
dicari-cari dewa Indra.
Ramayana
Inilah kisah pangeran Rama, awatara Visnu.
Pangeran Rama, putra sang narapati Ayodya memenangkan turnamen panah,
maka selaku hadiah Rama yang asih kikindeuwan (selayang pandang anggap
pantas jadi istri/suami) sama Sita diperkenankan mempersunting gadis
rupawan dan muda belia itu.
Berikut seleretan intrik, saudara laki-laki Rama bernama Barata naik
takhta dan yang satu lagi bernama Lesmana beserta mempelainya Sita pada
berhijrah ke dalam pengasingan di rimba sawang di mana bersua dengan
Marica salah satu saudara perempuan atau panakawan Ravana raja pulau
Lanka……Marica punya renjana kepada Rama yang menolaknya sebagai tambatan
hati, seterusnya, Marica yang senyampang Kasarumahan muriang édan
kasmaran atau kesurupan demam sakit berahi lantaran tertimpa prahara
wayang-wuyungan (sedih karena gandrung), sangking mangkelnya telinga dan
hidung Lesmana dikudungnya!
Tidak segan-segan, Ravana membalas dendam kasumat demi saudara
perempuannya dengan mengoyok-oyok Rama dan Lesmana sembari reyem-reyem
atau menyaru jadi fakir gelandangan, Sita diculiknya dari kereta
perangnya yang mampu menyimpang-nyiurkan cakrawala. Kedua kakak adik
tersebut berangkat menyelamatkan Sita, kemudian bertemu Hanuman yang
menghalakan pasukannya beranggota sekerumun kerah putih dari kerajaan
Sugriwa – narapati Pancawati. Rama dan Lesmana meremas saudara laki-laki
Sugriwa bernama Subali yang nyingkah atau menyingkirnya dari singgasana
kiani…selaku pahala mengimpas, pasukan kerah ditauliahkan kepada Rama
guna merampak puri Ravana. Hanuman bersahakarya dalam arti merupakan
tokoh yang pertama kali menemui Sita, itu terjadi hanya seusai memangkah
ikan raksasa bernama Kataksini, akan tetapi, Hanuman pada akhirnya
kesangsang perangkap musuh.
Terkena hukuman mati, Hanuman yang eumeur atau babak-belur tidak
luncas meluputkan diri ketika terpancang di galah agar supaya dibakar;
dirinya menyatu lagi sama handai taulannya.
Setelah menjembatani pulau Lanka dengan benua India, Rama mengerahkan
balatentara kerahnya untuk menggempur pulau itu; ketika bertempur, pada
saat terjadinya suatu duel danawira, Rama berhasil menumpas Ravana.
Dirinya yang menghidupi pengasingan selama 13 tahun kembali ke Ayodya di
mana mendapat kembali peterana. Kendatipin begitu, Sita urung membuat
takrir akan kesetiaannya kepada Rama yang tadinya benar-benar leungiteun
atau kehilangan Sita tatkala istrinya itu menderita eksistensi tawanan
di bawah naungan zalim Ravana. Patah hati atau liwung, Rama terpusa
mengambil putusan mengusir Sita dari kerajaan. Lantas, Sita melahirkan
dua anak kembar dan tidak lama kemudian, mangkat. Rama yang saat itu
kewalahan manalagi tertunggang langgang dan welas atau keibaan nasib
malang yang merundung permaisuri mendiangnya, kepada kedua putranya
mempercayakan kerajaannya, kelak, usai menerima wangsit dari suralaya,
nitis lagi sebagai Visnu bari memaerat dari mercapada fana. Ada juga
satu versi lain yang merawi bahwa Sita sukses meloloskan diri dari
gemblengan jiwa tersebut.
Wiracarita lainnya
Amir Hamzah:
Riwayat petualangan Amir Hamzah yang mempunyai pelbagai nama: Amir
Ambyah, Jayengrana, Menak dan lain sebagainya…yakni paman rasul’lah nabi
Muhammad. Seseorang harus menelusuri sejarah kembali pada tarikh ketika
Harun-al-Rasyid yang pertama kali mengenjak pulau Jawa sekitar abad XV
M. menduduki takhta (sekitar 800 M.).
Wayang Golek
Boneka diolah dengan mengantapi kayu ukiran berbongkol bulat, kepala
dan langan dapat dilepaskan; wayang golek yang ditunjang tuding atau
gagang lazimnya berpakaian tenunan berwarna-warni, kebanyakan berukuran
besar.
Wayang golek menduduki meja kayu bergerek-gerek dengan seruntunan
liang – plangkan yang berurutan rumpang, semuanya berlaku demikian agar
supaya dalang bisa lebih nyaman mengatur gerak-gerik wayang. Tokoh halus
selalu tampil dari palih sisi kanan, sedangkan bagi yang kasar, sebelah
kiri.
Wayang golek sering digunakan untuk menamatkan pagelaran wayang kulit
peranti menggambarkan perobahan di jagat raya – aluran berangsur dari
tahap wujud eksistensi dwimatra ke yang trimatra. Namun rakyat murba
Jawa barat lebih menggemari wayang golek karena intisari tematiknya
lebih maujud dan duniawi ketimbang wayang kulit yang lebih cenderung
bernuansa abstrak, jadi tidak nyana lebih populer di kalangan elit.
Bagi peminat yang ingin memperoleh boneka wayang golek…itu mah sual
gampil, atau dengan kata lain itu sih soal gampang…réh iasa dipendak,
karena bisa ditemukan di berbagai toko butik, terutama yang berlamparan
di kota Bandung, ibukota propinsi Jawqa barat yang menginggapi puser
budaya sunda priangan.
Dalang
Berdasarkan tradisi sunda menjelang datangnya agama islam, dalang
mengantara antara dewata kahyangan dan insan bumi. Idem, dirinya
berperan sebagai wahana sasana untuk menyebarkan tema-tema universal dan
kaedah-kaedah agamiah, alhasil dapat dikatakan bahwa inilah satu contoh
dari sekian banyak sarana didaktik dalam rangka meladeni kesejahteraan
penduduk luak desa.
Dalang mengarah pagelaran yang sekaligus mencancangkan tugas selaku:
ahli teknik : menghidupkan wayang
juru ceritera : mengissahkan sandiwara sayu atau melodrama dalam
bahasa sunda, terkadang bertutur dalam bahasa indonesia jika dalangnya
berbicara sendirian dan badut-badut yang silih témpas – berbicara secara
bergantian sama para hadirin.
penyanyi : persediaan lakon mesti dilafalnya,
juru tiru : harus meniru suara para tokoh supaya penonton akan segera mengenalnya,
konduktor memberi petunjuk ke orkes dan wajib memainkan setiap alat musik yang bersangkutan.
Dalangnya harus menggembirakan penonton selama berjam-jam dan agar
memenuhi tuntutan itu, kadangkala, selain mesti berperilaku lebih
serius, bahkan amat lentong (aksen bicara yang menghormati) dalam
suasana murung hati…dirinya diharap menakrirkan kesadaran akan humor;
dari waktu ke waktu, dalang menyisipkan untai-untai kocak dan perbuatan
jenaka untuk menyenangkan para hadirin dan memacukan kana’at sesuai
kalangenan atau kesukaan penonton. Maka untuk itu ada beberapa tokoh
yang kita tidak menjumpai pada babak lebih awal.
Lantas, ini niscaya halwa telinga yang nilai estetika amat berharga,
dilapik keselarasan antara santainya adegan lucu dan melankolisme sayu
rayu yang memberi kekhasaan pada seni klasik Wayang Golek di Indonesia.
Upami nyarios perkawis hal ieu, sayaktosna, nalika saurang kantos
ningali tongtonan Wayang Golék, nyindang di wewengkon Parahyangan; tan
wandé yen ieu hal anu pasti nu éndah jalaran pamandangan nu meni saé
pisan téh ngadamel hatosna teu kapambeng nineung sami srangéngé
hurung-hérang matak silo mentrang pagunungan éta anu disimbeuh
cahayaanna sareng halimun nalangsa sapertos marakayangan nu ngawengkuna
téa – Jika berbicara tentang hal ini, sesungguhnya, ketika seseorang
pernah melanja di wilayah Parahyangan – persemayaman dewata, dan
menonton pagelaran Wayang Golek; pasti, sebab pemandangan yang bagus
sekali ini membikin hatinya tidak mengewa untuk selalu rindu akan
indahnya kelap-kelip matahari menjemur pegunungan yang disemburkan
cahayanya dan kabut suram bagai arwah gentayangan yang meliputinya……
Begitulah, alam rindang yang menjelma di kalbu apabila menatap tamasya
Wayang Golek yang kadang-kadang tampil mengenjut igal-igalan.
Ikhwal keadaannya……Nanging, éta mah sanésna teu iasa janten
ngageunjleungkeun kaayaan, teu uninga naha aya inohong nu ngalugas
pakarang ka si anu bari nyingray, aéh…engké lanan atuh! Sakedahna, teu
kéning dugi ngangluh teuing atanapi nyuhunkeun sarantos ti pak dalang,
itu margi aya hal anu pasti nu nuju sumping, malih sanés réhing hamo aya
naon-naon nu badé nyintreuk, kajabi nyandak hal anu pasti kanggo
samudayana, ieu supados ngadamelna langkung bingah – walaupun begitu,
itu bukannya langkara membuat keadaan heboh, entah kenapa ada yang
berseregang melutu si anu sembari ongkang-ongkang, eh…nanti dulu!
Seharusnya, jangan sampai terlalu murung hati atau minta tempo dari pak
dalang, itu sih lantaran ada sesuatu yang datang, malah bukan karena
tidak bakal ada apa-apa yang akan menyentil, kecuali membawa sesuatu
bagi semuanya, ini supaya membuatnya lebih bahagia. Alhasil, bilih tos
palay lali, mohal, nyaéta mung réhma ieu darmawisata téh kabuktosan
sayogi miroséa hal anu pasti nu ngawulang pituduh wijaksana éta nu
ngayuga tina anggah ungguh budaya Sunda; sanaos kitu, tangtos, dina
danget ieu, teu luput yen sadayana téh masihan ka sugri urang
kaperyogian hiji jiga sasana anu pangaosna urang ogé iasa ngemut katut
nyepeng sapaosna
Alhasil, andai kata sudah mau lupa, mustahil, yaitu hanya karena
darmawisara ini terbukti sudi memperlihatkan sesuatu yang mengajar suatu
keperluan seperti kebijaksanaan sunyata yang kelahirannya disebabkan
oleh tata krama budaya sunda, walau demikian, tentunya, pada saat ini
semuanya memberi kepada setiap orang pelajaran yang nilainya kita pun
boleh mengingat dan memegang selamanya.
http://www.indo.net.id/mbs/mayapada_indah_wayang_golek.htm
Sumber : http://blog-urangsunda.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar